“Negeri Seribu Kubah”: Identitas Arsitektur Rokan Hilir dan Pengaruh Selera Penguasa pada Era Pasca-Reformasi
DOI:
https://doi.org/10.32315/jlbi.v11i3|178Keywords:
desentralisasi, gedung pemerintahan, identitas arsitektur, Rokan HilirAbstract
Pada 1999, Rokan Hilir dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis dan menjadi salah satu daerah administrasi baru di Provinsi Riau, tepat setelah diberlakukannya desentralisasi di Indonesia. Pemekaran ini mendorong setiap daerah baru untuk membentuk identitas dengan cara beragam, mulai dari membuat slogan hingga mendirikan gedung pemerintahan yang sesuai dengan citra daerah yang ingin dibentuk. Dibandingkan dengan empat wilayah eks Kerajaan Siak Sri Indrapura, Rokan Hilir memiliki pendekatan yang berbeda dalam membentuk identitas barunya. Bukannya menggunakan keterakaran Melayu yang kental, pemerintah daerah justru mengambil referensi arsitektur dari bentuk kubah yang dianggap sangat melekat dengan citra Islam bertema Negeri Seribu Kubah. Tulisan ini hendak membahas proses pembangunan citra baru Rokan Hilir di bawah kepemimpinan Bupati Annas Maamun (2006-2014). Tulisan ini merupakan narrative research yang bertujuan untuk melihat hubungan antara identitas arsitektur suatu wilayah dengan pengaruh selera penguasa melalui perspektif theory of practice dari Pierre Bordieu. Melalui tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa pemilihan identitas yang berkiblat pada arsitektur asing ini mengindikasikan bahwa selera penguasa sangat memegang peranan dalam pembentukan identitas arsitektur baru di Rokan Hilir.